Kesenian dan Kesastraan MinangKabau Sebagai Representasi Peran Guru

Peringatan Hari Guru dilaksanakan setiap tanggal 25 November yang merupakan momentum penting dimana kita mengenang dan menghargai setiap jasa dari guru yang pernah di berikan terutama di bidang pendidikan dalam membentuk pengetahuan, karakter dan jati diri para generasi penerus bangsa. Pada budaya di MinangKabau, makna dari seorang guru tidak hanya melekat pada institusi pendidikan, moral, nilai, dan juga mengajarkan tentang tradisi adat, seperti yang melekat pada di kesenian dan kesastraan sebagai sarana pembelajaran budaya. Dan di MinangKabau terkenal dengan nilai media pendidikan terutama di kesenian dan kesastraan sejak lama pada media pengetahuan.

Di tradisi Minangkabau, terdapat juga pepatah yang mengataakan bahwa ‘Alam takambang jadi guru’ yang artinya alam juga bisa menjadi sumber pembelajaran. Jadi kita tidak hanya perlu belajar dari ruangan kelas tetapi kita juga bisa belajar dari lingkungan alam sekitar, tidak hanya dengan menulis di buku. Tetapi kita juga bisa belajar dengan cara mengamati, mendengarkan, mengalami dan memahami yang ada di sekitar. Namun dengan demikian kita tetap juga membutuhkan seorang guru yang dapat membantu kita untuk dalam bertanya akan hal yang tidak kita ketahui. Karena guru dapat membantu dalam membimbing murid untuk memahami hal-hal yan terjadi di kehidupan. Nilai tersebut tercermin kuat dalam berbagai bentuk kesenian dan kesatraan di MinangKabau.

Salah satu bentuk kesastraan MinangKabau yang berkaitan erat dengan peran guru adalah petatah-petitih. Petatah-petitih merupakan ungkapan adat yang sarat dengan nasihat dan ajaran moral. Ungkapan ini biasanya disampaikan oleh ninik mamak, penghulu, pemuka masyarakat, atau orang yang lebih tua kepada generasi muda. dalam proses penyampaiannya, figure yang menyampaikan petatah-petitih berperan sebagai guru, karena guru tidak hanya memberikan penyampaian sekedar kata-kata. Tetapi juga menanamkan nilai kebijaksanaan, etika, norma, dan tanggung jawab sosial. Proses ini menunjukkan bahwa pendidikan dalam budaya MinangKabau berlangsung melalui tuturan dan keteladanan. Melalui petatah-petitih, pendidikan berlangsung secara kultural dan berkesinambungan.

Selain petatah-petitih, terdapat kesastraan MinangKabau yang bisa disebut sebagai kaba. kaba juga menjadi bagian penting dari kesastraan MinangKabau yang sarat Nilai Pendidikan. Kaba merupakan cerita lisan yang mengisahakan cerita panjang tentang kisah kepahlawanan, perjuangan hidup, dan konflik sosial. Dalam kaba, sering juga ditemukan tokoh figure yang berperan sebagai penasehat atau pembimbing, baik dalam wujud orang tua, guru agama, maupun tokoh adat yang membantu dalam membimbing tokoh. Keberadaan tokoh tersebut mencerminkan fungsi guru yang sebagai pembentuk karakter dan penunjuk arah kehidupan. Kaba tidak hanya berfungsi sebagai hiburan semata, tetapi juga berfungsi sebagai sarana pembelajaran nilai-nilai pada kehidupan. Melalui kaba, masyarakat dapat belajar membedakan yang baik dan yang buruk serta memahami kosenkuensi dari setiap tindakan yang dilakukan.

Di dalam ranah kesenian pertunjukan di MinangKabau, terdapat Randai yang menjadi contoh nyata mengenai keterkaitan seni pertunjukan dengan budaya MinangKabau dan pendidikan. Randai merupakan seni pertunjukan tradisonal MinangKabau yang memadukan gerakan, musik, dialog, dan sastra. Cerita yang sering di dalam pertunjukan randai umumnya diangkat dari cerita dan kisah adat yang mengandung nilai dan pesan moral. Tokoh-tokoh yang dapat memberikan nasihat dalam pertunjukan randai berperan layaknya guru, menyampaikan ajaran secara tidak langsung kepada para penonton. Dengan demikian, randai berperan sebagai ruang belajar kolektif bagi masyarakat di MinangKabau.

Kesenian dan kesastraan MinangKabau menunjukkan bahwa peran guru tidak hanya selalu bersifat individual, tetapi juga bersifat kultural. Seniman, sastrawan, dan tokoh adat berkontribusi dalam mendidik masyarakat melalui karya-karya mereka. Proses pendidikan berlangsung secara berkelanjutan dan melibatkan seluruh kerjasanma antara masyarakat. Dalam konteks hari guru ini, dapat memperluas pemahaman kepada masyarakat tentang siapa yang dapat disebut sebagai seoarang guru dalam kehidupan sosial.

Di tengah perkembangan zaman dan modernisasi, peran kesenian tradisonal sebagai media pendidikan sering kali mengalami pergeseran ataupun di lupakan. Namun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tetap relevan. Di hari guru dapat dimaknai sebagai ajakan untuk kembali menghargai berbagai bentuk pendidikan nonformal yang telah mengakar dalam budaya lokal, termasuk di MinangKabau. Mengapresiasi guru berarti juga menjaga warisan kesenian dan kesastraan yang telah berperan besar dalam membentuk identitas masyarakat, terutama pada masyarakat MianangKabau yang telah mengenal kesenian dan kesastraan selama berabad-abad lamanya.

Dengan demikian, kesenian dan kesastraan MinangKabau memiliki hubungan yang erat dengan makna guru. Melalui petatah-petitih, kaba, randai, dan nilai-nilai pendidikan ditanamkan secara kultural dan berkelanjutan. Gunanya agar budaya tetap terjaga dan terlestarikan. Dalam perspektif di MinangKabau, guru tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga membimbing siswa dan siswi untuk memahami adat, alam, dan kehidupan. Oleh karena itu, pada Hari guru merupakan momentum yang tepat untuk kita menegaskan kembali bahwa peran guru sangatlah penting dalam dunia pendidikan.

Penulis: Aini Nini Malyni
Mahasiswi Universitas Andalas, Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Sastra Jepang

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *