FK – GEMPAR Laporkan Anggota BPK RI ke Majelis Komite Etik

Gedung BPK RI

SINURBERITA.COM || Sehubungan adanya dugaan Pidana Etik, atas proyek kelebihan pembayaran kewajaran harga penyediaan Vaksin Penyakit Mulut dan Kuku Tahap II dan III sebesar Rp49.878.637.368,06 dan pembentuk harga vaksin PMK dari PT HAI sebanyak dua kontrak sebesar Rp80.492.000.000,00 (Rp40.246.000.000,00 + Rp40.246.000.000,00) tidak dapat dinilai kewajarannya.

Namun Anggota IV BPK RI, Haerul Saleh, S.H., CRA., CRP., CIABV yang Bertanggungjawab atas hasil LHP di Kementerian Pertanian tidak melaporkan temuan tersebut kepada instansi berwenang (KPK, Kejaksaan, POLRI).

Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal FK GEMPAR Jo Eben kepada wartawan, bahwa berdasarkan Undang – Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI), pada Pasal 8 Ayat 3 : “Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut”, ungkapnya. (02/05)

Selanjutnya, bagian Keempat Larangan Pasal 28, anggota BPK dilarang memperlambat atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada instansi yang berwenang. Anggota BPK RI bisa dipidana, sebagaimana pada BAB IX Ketentuan Pidana, Pasal 36 ayat 1, “Anggota BPK yang memperlambat atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

FK GEMPAR melaporkan dugaan pidana etik ini berdasarkan atas Laporan Hasil Pemeriksaan atas sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang – Undangan Kementerian Pertanian Tahun 2022. LHP Nomor 14.b/LHP /XVII/05/2023 tanggal 23 Mei 2023.

Bahwa dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI, ditemukan kelebihan pembayaran atas Kewajaran Harga Penyediaan Vaksin Penyakit Mulut dan Kuku Tahap II dan III Sebesar Rp49.878.637.368,06 dan Pembentuk harga vaksin PMK dari PT HAI sebanyak dua kontrak sebesar Rp80.492.000.000,00.

Hasil pemeriksaan atas dokumen kewajaran harga vaksin PMK pada delapan kontrak tahap II dan III, menunjukkan adanya koreksi atas kewajaran item pekerjaan pembentuk harga antara lain berupa pajak penghasilan, denda keterlambatan, biaya overhead, biaya penyimpanan, margin keuntungan yang diperbolehkan dan biaya lainnya yang tidak terkait langsung dengan pengadaan vaksin yang dibebankan sebagai harga yang harus ditanggung pemerintah.

BPK RI menyatakan Kondisi tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran vaksin PMK sebesar Rp49.878.637.368,06 dengan rincian. PT PC Rp2.050.167.895,80, PT EAHI sebesar Rp1.959.815.902,00. PT ABI Rp11.375.455.680,16, PT JS sebesar Rp1.604.864.664,00, PT BPA Rp30.535.114.270,10 (Rp7.202.954.990,36 + Rp23.332.159.279,74), PT HAI Rp136.189.443,00; dan PT SHI Rp2.217.029.513,00.

BPK juga menemukan Pembentuk harga vaksin PMK dari PT HAI sebanyak dua kontrak sebesar Rp80.492.000.000,00 (Rp40.246.000.000,00 + Rp40.246.000.000,00) tidak dapat dinilai kewajarannya.

BPK RI menyatakan bahwa permasalahan tersebut disebabkan Direktur Kesehatan Hewan belum optimal dalam pengendalian dan pengawasan kegiatan penyediaan vaksin PMK yang menjadi tanggung jawabnya; dan PPK Satker Direktorat Kesehatan Hewan belum optimal dalam mengendalikan pelaksanaan kontrak.

Atas temuan tersebut, Menteri Pertanian melalui Sekretaris Ditjen PKH menyatakan sependapat. BPK merekomendasikan kepada Menteri Pertanian agar memerintahkan KPA dan PPK terkait untuk mempertanggungjawabkan ketidakwajaran pembebanan harga vaksin minimal sebesar Rp49.878.637.368,06 dan melakukan perhitungan kewajaran harga atas dua kontrak pengadaan vaksin sebesar Rp80.492.000.000,00.

FK GEMPAR (Forum Komunikasi Generasi Muda Pejuang Aspirasi Rakyat) menduga bahwa temuan BPK RI atas Kelebihan pembayaran vaksin PMK sebesar Rp49.878.637.368,06 dan pembentuk harga vaksin PMK dari PT HAI sebanyak dua kontrak sebesar Rp80.492.000.000,00 mengandung unsur Pidana, karena pengadaan Vaksin ini merugikan Keuangan Negara.

“Seharusnya, sesuai UU Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, pada Pasal 8 Ayat 3, apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut”, ungkap Jo Eben.

FK GEMPAR juga telah menyurati Ketua BPK RI, Dr. Ir. Isma Yatun, M.T., CSFA mempertanyakan apa dasar hukum BPK RI merekomendasikan kepada Kontraktor mengembalikan kerugian Negara pada temuan kelebihan pembayaran atas kewajaran Harga Penyediaan Vaksin Penyakit Mulut dan Kuku Tahap II dan III Sebesar Rp49.878.637.368,06 dan Pembentuk harga vaksin PMK dari PT HAI sebanyak dua kontrak sebesar Rp80.492.000.000,00.

Namun, Ketua BPK RI Isma Yatun terkesan cuek dan tidak memperdulikan. Seharusnya, sebagai Lembaga Negara yang terhotmat dan punya kewengan begitu besar, sebaiknya membalas surat dari lembaga yang mempertanyakan.

Jo Eben menegaskan, “Bila BPK RI melakukan pemeriksaan atas proyek pemerintah dan ditemukan ada kerugian negara, selanjutnya  BPK RI merekomendasikan agar memulangkan, ya enak betul para terduga Koruptor. Inikan kerena ketahuan, coba gak ketahuan, enak betul kontraktor tersebutkan menikmati uang negara. Faktanya, hingga kini, anggota IV BPK RI, Haerul Saleh tidak melaporkan temuan tersebut kepada aparat penegak hukum baik itu KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian”, tegasnya. (*red)

Sumber: DPP FK-GEMPAR

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *