JAKARTA | SINURBERITA.COM
Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, belum lama ini menyampaikan bahwa pondok pesantren beserta para kiai telah memberikan kontribusi besar dalam membangun bangsa, termasuk melahirkan tokoh-tokoh nasional dan internasional.
“Banyak pondok pesantren, termasuk Pondok Pesantren Mardhotillah ini, telah melahirkan alumni yang bereputasi nasional hingga internasional. Semoga pondok pesantren ini terus berkembang,” ujar Menag Nasaruddin Umar alam sambutannya di acara Istighasah, Tablig Akbar, dan Peletakan Batu Pertama Pembangunan Asrama Putra/Putri Pondok Pesantren Mardhotillah, Jakarta Timur, sebagaimana dilansir Kemenag Jakarta, Minggu (26/1/2025).
Acara ini digelar di Ponpes Mardhotillah, Jalan Telaga I, Kalisari, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Turut hadir Direktur Pondok Pesantren, Basnang Said; Staf Khusus Menteri Agama Bidang Kerukunan dan Layanan Keagamaan, Pengawasan, dan Kerja Sama Luar Negeri, Gugun Gumilar; serta sejumlah tokoh masyarakat.
Peletakan batu pertama pembangunan asrama putra/putri di Ponpes Mardhotillah menjadi momen penting untuk mendukung pengembangan fasilitas pesantren. Menag menggambarkan simbolisme dari peletakan batu ini sebagai bentuk penguatan fondasi spiritual.
“Peletakan batu pertama ini bagaikan meletakkan tiang pancang langit. Pondok pesantren adalah tempat menanamkan kalimat syahadat dan nilai-nilai keislaman yang mendalam,” lanjutnya.
Pesan Isra Miraj dan Pensucian Diri
Menag juga menyampaikan bahwa peringatan Isra Miraj Nabi Muhammad saw, yang jatuh pada 27 Rajab, memiliki pesan mendalam tentang pensucian diri.
“Dalam kitab-kitab kuning, dikenal dua macam pensucian (tasbih). Pertama, pensucian Allah terhadap segala hal yang ada dalam pikiran dan perasaan manusia,” jelas Menag.
Isra Miraj, menurutnya, menjadi momentum untuk mendalami makna spiritual dan membangun kebersihan hati.
Menag berharap pembangunan asrama putra/putri ini dapat mendukung generasi muda Islam untuk terus berprestasi, membawa manfaat bagi umat, bangsa, dan dunia. Pondok pesantren, lanjut Menag, tidak hanya menjadi pusat pendidikan agama tetapi juga pusat pembentukan moral dan karakter bangsa.
Menag Nasaruddin Umar, ada seorang tentangga tidak pernah salat, tapi kaya. Sementara tentangga lainnya, siang malam melakukan salat, tahajjud, ngaji, zikir tidak putus, tapi pendapatan seret. Pikiran seperti ini juga harus disingkirkan.
“Ketika Allah Swt menyuruh untuk bertasbih, bukan hanya membaca tasbih, namun perintah sesungguhnya adalah membersihkan pikiran, jiwa kita terhadap segala sesuatu hal. Kalau orang kecewa, sebetulnya dia protes kepada Allah Swt. Setiap manusia pasti pernah kecewa, tapi jangan sampai melampaui batas,” pesan Menag.
Nasaruddin Umar juga menyampaikan bahwa ketika seseorang mengetahui apa hikmah di balik kekecewaan dan musibah, pasti seseorang itu bisa mensyukuri musibah yang terjadi. Oleh karenanya, setiap orang itu harus banyak-banyaknya membaca dan memakanai ayat-ayat Allah. Musibah itu adalah pencuci dosa yang dilakukan dimasa lampau.
“Jangan sering kecewa, sedikit-sedikit marah, dendam dan sebagainya. Mereka yang seperti itu adalah menentang takdir Allah Swt. Semakin dalam kita mendalami agama, maka kita akan senyum menghadapi masalah dan menjalani hidup,” kata Menag Nasaruddin Umar.
Lalu, kata Menag Nasaruddin Umar, Tasbih selanjutnya adalah tasbih mensucikan pikiran dan perasaan terhadap sesuatu yang postiif. Ini juga harus dibersihkan dalam pikiran kita. Karena, kata Jalauddin Rumi, manusia adalah sebuah cangkir, sementara Allah Swt laksana Samudra. Sebaik apapun peniliain kita kepada Allah Swt, itu hanya segelas cangkir, padahal kebaikan Allah Swt itu seluas Samudra.
“Mari mensucikan diri dari negatif dan positif. Kebaikan Allah Swt itu tidak bisa dilukiskan kepada sesuatu hal apapun. Jika manusia di uji dengan penderitaan, dan mengeluh belum sempurna tasbih nya. Jika manusia diuji dengan kesenangan, maka harus bersyukur. Maka bersabar juga saat diuji dengan penderitaan. Kunci hidup adalah Syukur dan sabar. Maka syukur dan sabar harus dimiliki manusia,” tegas Menag Nasaruddin Umar. (*red)